Mudik Dengan Air Mata Sedih dan Bahagia

Rabu, 18 November 2009

Rabu,16 September 2009 pukul 07.30 WIB, telepon dirumahku berdering. Terdengar suara isak tangis memberi sebuah kabar duka bahwa nenekku di Lampung telah meninggal dunia, ternyata salah seorang bibikku yang menelpon. Tanpa banyak kata, aku, kedua orang tuaku serta kedua orang adikku segera bergegas merapikan pakaian dan peralatan lainnya untuk segera meninggalkan kota Jakarta dan menuju ke kota Lampung, yang dimana rencananya kami semua baru akan pergi kesana pada tanggal 19 September 2009 untuk mudik lebaran.

Diperjalanan hanya suasana hening yang dapat kami tunjukkan, diselingi dengan telepon-telepon dari saudara-saudaraku yang telah berada disana terlebih dulu yang terus menanyakan “apa aku dan keluargaku telah berangkat?”. Dengan kencang ayahku mengemudikan mobil agar agar sampai di Lampung dengan cepat dan dapat mengantarkan nenek ketempat peristirahatannya yang terakhir. Tidak menyangka aku, belum ada satu bulan yang lalu, aku dan teman-temanku berlibur ke Lampung dan aku masih sempat berbincang-bincang dengan nenekku. Walau pernah terbesit dipikiranku satt itu di saat melihat keadaan nenek, bahwa dia akan meninggalkan kami semua dan hanya tinggal menunggu waktu saja. Aku hanya tak menyangka akan secepat ini, dimana tinggal beberapa hari lagi kami semua umat muslim akan merayakan hari nan fitri.

Pukul 10.00 WIB kami tiba dipelabuhan merak, untuk mempercepat waktu ibuku menyeberang lautan dengan menggunakan kapal cepat seorang diri, agar dia dapat ikut memandikan mayat nenek dan membantu mengurus segala keperluan disana. Sedangkan aku, ayahku dan kedua adikku menggunakan kapal besar, dengan harapan kami juga dapat sampai secepatnya tanpa halangan apapun. Pukul 12.00 WIB,ibuku menelpon dan mengatakan kepadaku bahwa dia telah sampai, sedangkan aku masih diatas kapal. Akupun berkata kepada ibu untuk menunggu aku dan yang lain sebelum menguburkan almarhumah nenekku.

Tepat pukul 13.00 WIB kapal telah merapat d’pelabuhan Bakauheni dan kami pun turun dari kapal, setelah turun dari kapal, ayahku melaju dengan kencang mengemudikan mobil, dua puluh menit kemudian kami pun sampai ditempat yaitu kampung halamanku tepat pukul 13.20 WIB. Aku pun beserta ayah dan kedua adikku turun dari mobil dan melihat didepan rumah banyak sekali orang yang melayat nenekku. Begitu aku kedalam,nenekku telah terbaring di ruang keluarga dengan kain putih bersihnya, dengan diiring isakan-isakan tangis dari semua bibik-bibikku. Mereka semua anak, menantu serta cucunya telah berkumpul, disaat itulah aku dan yang lain terakhir melihat nenek.

Tak lama Kemudian nenekpun segera dibawa ke masjid untuk disembahyangkan dan dikuburkan. Aku memayungi keranda nenekku sampai ke makam sedangkan sepupu-sepupuku yang lain mengangkat kerandanya. Sesampinya di kuburan nenekpun dimasukkan ketempat peristirahatannya yang terakhir.

Empat hari telah berlalu setelah kepergian almarhumah nenekku, hari raya idul fitri pun tiba, terasa sedih rasanya karena nenek sudah tiada lagi dihari yang fitri ini. Semua suasana pun tampak berbeda dari lebaran-lebaran di tahun sebelumnya. Merayakan lebaran tanpa adanya nenek. Sangat jelas terasa, suasana isi rumah berbeda. Karena aku dan keluarga hanya setahun sekali pulang ke kampung dan rumah ini nenekku yang menunggu.

Dihari kedua lebaran, aku dan keluarga dari Ayahku pergi ke makam kakekku dari ayahku yang terletak di makam Pahlawan Kalianda Lampung Selatan untuk ziarah. Setelah pulang dari ziarah kami langsung jalan-jalan ke pantai Merak Belantung. Pantai yang indah dengan dengan air yang biru serta pemandangan gunung RajaBasa yang tampak dari pantai. Disitu aku dan keluarga berfoto-foto.

Hari sudah mulai senja, kami pun beranjak pulang. Sore keesokan harinya kami pun mandi laut di pantai yang terletak di kampung halamanku yaitu pantai Batu Putih sekitar pukul 16.00 WIB, mencoba untuk melepas tawa dan sedikit melupakan kesedihan yang ada. Karena musibah yang terjadi telah membuat semua berubah. Tak terasa semua, hari sudah mulai gelap dan kami pun pulang untuk mengadakan tahlilantujuh hari kepergian nenekku.

Sabtu, 26 September 2009, tepatnya enam hari setelah lebaran, sepupuku melangsungkan penikahan yang telah direncanakan dari jauh-jauh hari. Keinginan untuk dapat disaksikan oleh nenek tercinta pun pupus sudah, semua tinggal harapan. Tetapi terlepas dari itu semua, kami sekeluarga telah ikhlas menerimanya. Kami semua pun bersuka ria menjalani acara pernikahan hingga acara resepsi selesai.

Ada satu hal yang lucu bagiku, yaitu pada saat malam resepsi pernikahan. Dimana acara dimeriahkan dengan nama Muda-Mudi. Tak terpikir oleh ku acara seperti apa itu, tetapi setelah aku menyaksikannya ternyata cukup membuat aku tertawa-tawa. Dimana acaranya adalah dengan dua buah selendang yang diberikan satu kepada pria dan satu kepada wanita, lalu masing-masing dari mereka akan melempar selendang tersebut kepada pasangan yang ingin dipilih untuk berjoget bersamanya di atas panggung. Jadi pria melempar selendang ke wanita dan wanita melempar selendang ke pria, begitu seterusnya. Lucu bila melihat ada yang menolak untuk diajak berjoget, karena disitu pasangannya akan merayu habis-habisan agar pasangan pilihannya mau naik ke atas panggung untuk joget bersamanya. Segala bentuk kegembiraan banyak terlihat disini, seakan melupakan musibah yang telah menimpa kau dan keluarga-keluargaku.

Tak sampai larut malam acara Muda-Mudi itu pun selesai, aku dan saudara-saudaraku pun mulai merapikan semua-semuanya. Karena besok paginya aku dan banyak saudaraku yang lain akan pulang kembali ke Jakarta. Semua bergotong royong membersihkan segalanya, tanpa ada keluh kesah.

Hari itu pun tiba, dimana matahari juga belum keluar dari sarangnya, tetapi aku dan keluargaku yang lain telah bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Semua akan kutinggalkan untuk setahun kedepan, ku renungi apa yang semua telah terjadi dikesempatan mudikku tahun ini. Semua memang kehendak Sang Illahi, aku hanya dapat pasrah dan ikhlas. Mudikku tahun ini menjadi berarti, suasana mudik tahun-tahun sebelumnya tak kan pernah ku rasa kan kembali, mulai tahun ini dan entah sampai kapan. Keadaan rumah di kampung pun berbeda, semua yang pernah menggambarkan almarhumah nenek tidak akan pernah terjadi lagi dalam dunia nyata ini. Selamat jalan nenek, semoga engkau telah bahagia di alam sana.

0 komentar:

Posting Komentar