2 Sebuah Ungkapan Hatiku

Rabu, 06 Januari 2010

Saat malam merayap sunyi

bisu membelai batin jiwaku

terhenyak aku dalam jiwamu nan membeku

hancurnya hati berkeping tak bersatu

namun kucoba melangkah

walau tertatih dan tersaruk lara

yang mendera isi hatiku

mencoba mengetuk keangkuhanmu

dimana nuranimu?

Sekeras karangkah hatimu?

Roda hidup hanyalah sebuah pasir keberuntungan

menemani bergulirnya waktu

tiba saat berganti

tawa kesombongan

hanya tangis menyayat dinding hati

Sakit.. perih.. tak berganti

Meski nurani ingin berhenti dan kembali

namun kini tak berarti..

0 Handphone klasikku

Minggu, 03 Januari 2010

     Teringat di saat masa SMA dulu, dimana kebanyakan canda tawa selalu terpapar ceria disetiap paras wajah para pengguna seragam putih abu-abu. masa-masa dimana semua terasa indah dan ingin sekali rasanya mengulang kembali kenangan itu saat ini. Remaja yang ingin berpenampilan beda, menarik perhatian dari lawan jenis. ohh, masa puber yang sangat membahagiakan.

     Satu barang yang selalu mengikut dalam kantong celanaku, yang sangat mengingatkanku akan masa SMA dulu. Ya, sebuah handphone hasil pembelian dari uang tabunganku sendiri. Bangga, mungkin itu kata yang tepat yang dapat aku ucapkan untuk diriku sendiri. Begitu banyak kenanganku dengan handphone itu, walau mungkin saat ini sudah banyak sekali handphone-handphone yang lebih canggih tetapi itu tidak pernah menjadikan alasan aku untuk mejalankan niatku untuk mengganti handphone ku ini dengan yang lain.

     Pesan singkat atau yang lebih kita kenal dengan sebutan SMS, yang terkirim dari teman-teman ku semasa SMA dulu sampai saat ini pun tidak sedikit yang masih tersimpan dalam handphone ku. pengharapan, kemesraan, persahabatan hingga kekecewaan masih ada dalam memory handphone ku itu.

    Entah sampai kapan handphone ini akan selalu ada di dalam genggamanku, begitu sayangnya mungkin diriku. Jika orang-orang bilang sekarang mungkin adalah "Lebay", tapi memang begitulah adanya.

Kenanganku Hp klasikku :)

0 Puisi tanpa judul

Waktu adalah kehidupan
Dia berlari tak terasa
Tak akan kembali yang telah berlalu
Detik, menit, dan jam berlalu
Hari, bulan, dan tahun tersapu
Bencana, sengsara dan kebahagiaan terlintas tak terasa

Peganglah hari yang lalu sebagai saksi yang adil
Keberadaan hari akan menjadi bukti
Hari yang lalu tak kan kembali, karena
Kemarin adalah "kenangan"
Hari ini adalah "kenyataan"
Dan esok adalah "harapan"

Peganglah hari dan ingatlah waktu

0 KEBAHAGIAANMU ADALAH MIMPIKU, AYAHKU

Anak laki laki umumnya bermain bola sepak bersama di lapangan depan rumahku. Dan aku hanya dapat melihat mereka di kamar ini, menyaksikan canda tawa mereka tanpa masuk ke dalam ruang lingkup mereka. Ya, aku menyadari itu. Tubuhku yang cacat lah yang menghalangiku untuk bermain bersama anak normal lainnya. Kaki mereka dapat dengan lincah berlari kesana kemari, aku hanya dapat duduk di kursi roda ini. Tangan mereka dapat menggenggam sesuatu dengan bebas. Sedangkan aku, untuk mengambil gelas di meja pun tak becus. Ada ketidak sinkron-an antara otak dan gerakan ku. Orangtua ku mengalami kecelakaan saat ibu sedang mengandungku. Hingga terjadi gangguan pada kandungannya.

Orang-orang biasa memanggilku Rio. Ayah seorang diri mengasuhku sejak kecil, hingga umurku yang sekarang telah 14 tahun. Ibu meninggal karena kanker paru-paru nya saat aku berumur dua tahun. Ayah hanya tukang service alat elektronik di kios kecil dekat pasar. Aku bersekolah di Yayasan Putra Harapan, dimana anak-anak cacat lainnya bersekolah. Aku dan ayah hidup sederhana apa adanya.

Tapi ada suatu dendam di hatiku saat melihat orang-orang memandang aku dan ayah dengan sebelah mata. Sakit yang tak pernah terungkapkan oleh bibirku yang tak mampu berbicara selancar orang pada umumnya. Bibirku yang hanya dapat berbicara dengan suara yang tak jelas takkan mampu meneriakkan segala emosi ku untuk mengungkapkan kemarahan ku terhadap orang-orang itu. Batinku menangis di setiap ayah mengurut dada dengan perlakuan orang-orang yang meremehkan keluarga kami.

Di suatu saat terbesit harapan ku untuk mengangkat derajat hidup keluarga. Tapi aku melihat diriku sendiri. Anak cacat, yang tak bisa buang air sendiri. Apakah pantas aku menjadi orang sukses?

Ku ambil sebuah buku gambar di sampingku, dengan cat air yang ayah beli bulan lalu saat aku meminta nya di pasar. Kubuka lembaran buku putih itu dan ku celupkan kuas ke dalam warna cat air . Sekuat tenaga ku seimbangkan gerak tanganku. Perlahan tanganku menggoreskan kuas itu ke lembar putih. Sungguh sulit, disaat aku menggerakkan arah tanganku dengan kemauanku. Goresan-goresan tanganku melangkah lebih lancar. Ayah telah berdiri di depan pintu kamar, menghampiriku. Sedikit terkejut aku dibuatnya. Ayah melihat karyaku. Tersenyum penuh makna, “besok akan ayah belikan alat melukis yang bagus ya nak”.

Keesokan harinya ayah benar membelikan alat –alat lukis untukku. Bagus memang, pasti dengan harga yang tak dapat dibilang murah juga. Aku belajar melukis lebih giat lagi. Hingga ayah mempercayakan karyaku untuk diajukan ke sebuah pameran seni lukis.

Dan disini nasib hidup kami berubah. Para seniman mengacungkan jempol untuk karya seni ku, walaupun aku sama sekali tak mengenal teknik lukis secara formal sebelumnya. Namaku disebut-sebut di banyak surat kabar. Anak keterbelakangan mental dan fisik dapat menciptakan karya seni berselera dunia. Kurang lebih seperti itu ungkapan surat kabar yang menceritakan ku.

Kini aku dapat menunjukkan kepada orang-orang, bahwa aku dapat menaikkan derajat hidup aku dan ayahku, bukan untuk dipandang sebelah mata.

Anda dapat mengambil pelajaran hidup dalam cerita ini, bahwa fisik dan materi tak akan menghalangi keberhasilan seseorang karena tak akan ada yang dapat mengalahkan tekad dan usaha selain Tuhan. Semoga tulisan ini mampu menyemangati kita semua dalam menjalankan hidup, terima kasih.

0 Sudut Ruangku

Nama ku Sata, aku adalah putra bungsu dari tiga bersaudara. Anak terbengal dalam rumah, itulah anggapan dari kakak-kakak dan orangtuaku. Nilai rapor ku yang miskin poin dan tingkah-tingkah onar ku di sekolah sudah lumrah mereka terima. Sebenarnya aku terusik dengan omongan orangtua yang selalu membanding bandingkan aku dengan kakak-kakak ku. Silla, kakak pertama yang selalu jadi juara kelas. Vino, anak kedua yang terkenal dengan karya tulisnya yang sudah tampil di beberapa novel. Dan aku, anak yang punya otak pas pas-an, ditambah ruang BK yang selalu menjadi tempat favorit untuk aku datangi.

Tapi jauh dari itu semua, Sata dewasa sebenarnya ingin sekali menunjukan kasih sayangnya ke mereka. Hingga akhirnya aku baru disadarkan dengan obat obatan yang sudah merekat di tubuh ku ini, meninggalkan kehancuran untuk semuanya. Awalnya memang gank itu yang membuat aku buta, menganggap hidup dengan mereka lebih membahagiakan dibanding hidup dengan keluarga yang aku anggap selalu banyak aturan dan persaingan antar saudara untuk memikat hati kedua orangtua. Dan sekarang penyesalan itu hanya membusuk di ruang rehab ini .

Aku tahu sekarang, dimana aku butuh keluarga, butuh perlindungan di tengah-tengah kasih orang terdekatku. Disaat nyeri menusuk tulang, sendi sendi yang ngilu tanpa daya, memori ku berputar ke arah lalu. Dimana Sata kecil yang berlari lari di taman kota bersama kakak-kakak yang menggandeng kedua tangannya. Ayah dan bunda yang duduk berdampingan di kursi taman tertawa kecil melihat tingkah kami.

Dinginnya air yang membuta tak henti mengguyur tubuh, semakin mempercepat memori berputar. Dimana aku masih bisa merasakan hangatnya pelukkan bunda sepulang kehujanan dari sekolah, dengan cokelat panas yang diminum bersama kakak-kakak ku di gelas tangkai besar hingga pipi kami terlukis oleh cokelat cair. Kini hanya tubuh meringkuk kedinginan di sudut ruang.

aku rindu suasana itu ..

Tangan menggigil itu meraih alat perekam yang sempat terbawa dari rumah. Suara gemetar memecah kesunyian.

Di dunia yang kelam
Ku temukan kebebasan
Yang kuanggap adalah kebahagiaan
Namun kenyataan berkata beda..
Hidup yang ku dambakan
Kini telah terhapuskan

Sejauh ini ku baru disadarkan

Bahwa aku salah jalan
Kini ku mengerti yang terjadi
Diri ku tak dapat seperti dulu..
Kini hanya mimpi indah
Yang tak akan mungkin dialami..
Ingin aku melangkah maju
Dan tak akan terjatuh lagi..
Ini adalah harapku Tuhan
Ku mohon Kau dapat mendengarnya..

Selang dari beberapa saat kesunyian yang kembali mengisi ruang, “Selamat hari ibu, … Bunda”. Ucapnya lirih. Dengan ragu, tangannya menyodorkan alat rekaman itu ke depan bunda yang datang menjenguk Sata di keesokan harinya . Bertepatan saat hari ibu.

Kadang sebuah kata-kata terlalu sulit diungkapkan secara blak blak-an oleh orang seperti Sata. Tapi di tengah keadaan yang membuatnya terpuruk, ternyata kasih sayang nya sebagai seorang anak mengalahkan itu semua.

Cerita ini hanya sebagai simbol saya untuk memperingati Hari Ibu. Tema nya pun hanya seadanya yang terlintas di pikiran saya. Maaf jika kurang memuaskan, Selamat hari Ibu.